Antartika, 25 Mei 2025 – Gunung es terbesar di dunia, A-76, yang pernah menjulang megah di Laut Weddell, kini mulai hancur. Fenomena ini memicu kekhawatiran global. Apa yang menyebabkan gunung es raksasa ini pecah, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan serta kehidupan manusia? Artikel ini mengungkap fakta terbaru, penyebab, dan ancaman yang mengintai.
A-76: Raksasa Es yang Mulai Runtuh
Pada Mei 2021, satelit Copernicus Sentinel-1 mendeteksi A-76, gunung es seluas 4.320 kilometer persegi, terlepas dari Lapisan Es Ronne di Antartika. Ukurannya dua kali lipat Pulau Bali, menjadikannya gunung es terbesar yang pernah tercatat. Namun, laporan terbaru pada Mei 2025 menunjukkan A-76 mulai pecah menjadi potongan-potongan kecil. Peneliti dari British Antarctic Survey (BAS) melaporkan bahwa fragmen besar kini mengapung di Laut Weddell, menuju Atlantik Selatan.
“A-76 mulai hancur lebih cepat dari perkiraan,” kata Dr. Anna Hogg, ahli glasiologi BAS. “Proses ini menunjukkan dinamika perubahan iklim yang semakin ekstrem.”
Penyebab Hancurnya A-76
Para ilmuwan menunjuk perubahan iklim sebagai pemicu utama. Pemanasan global meningkatkan suhu air laut, melemahkan struktur gunung es. Arus laut yang lebih hangat di Laut Weddell mempercepat pencairan, sementara angin kencang dan gelombang laut memecah A-76 menjadi fragmen. Studi dari NASA pada 2024 juga mengungkap bahwa Lapisan Es Ronne kehilangan 150 miliar ton es setiap tahun akibat suhu yang terus naik.
Selain itu, fenomena “calving” alami—proses pemisahan gunung es dari gletser—diperparah oleh aktivitas manusia. Emisi karbon yang tinggi meningkatkan efek rumah kaca, memanaskan Antartika lebih cepat dari rata-rata global. “Kita menyaksikan efek domino dari ulah manusia,” tegas Dr. Hogg.
Dampak yang Mengkhawatirkan
Hancurnya A-76 membawa konsekuensi serius. Pertama, pencairan es menyumbang kenaikan permukaan air laut. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), setiap 360 gigaton es yang mencair menaikkan permukaan laut global sebesar 1 milimeter. Meski A-76 mengapung dan tidak langsung memengaruhi permukaan laut, pecahnya gunung es ini menandakan instabilitas lapisan es Antartika yang lebih luas, yang dapat mempercepat kenaikan air laut di masa depan.
Kedua, hancurnya A-76 mengganggu ekosistem laut. Fragmen es mengubah arus laut dan suhu perairan, mengancam spesies seperti penguin, anjing laut, dan krill. Ketiga, perubahan ini memengaruhi komunitas pesisir. Kota-kota seperti Jakarta, Miami, dan Maladewa berisiko tenggelam jika kenaikan air laut terus berlanjut.
Respons Publik dan Langkah ke Depan
Di platform X, netizen menyuarakan keprihatinan. “Gunung es sebesar kota hancur begitu saja. Apa kita masih bisa selamatkan planet ini?” tulis seorang pengguna. Sementara itu, aktivis lingkungan menyerukan pengurangan emisi karbon dan perlindungan Antartika. Greenpeace mendesak pemerintah global untuk mempercepat transisi energi terbarukan dan menghentikan eksplorasi minyak di wilayah kutub.
Para ilmuwan menekankan pentingnya pemantauan satelit dan penelitian lapangan untuk memahami dinamika gunung es. “Kita perlu bertindak sekarang untuk mengerem pemanasan global,” kata Dr. Ted Scambos dari University of Colorado.
Peringatan dari Antartika
Hancurnya gunung es A-76 bukan sekadar fenomena alam, melainkan alarm keras bagi umat manusia. Perubahan iklim mempercepat kerusakan lingkungan, dan dampaknya mengancam kehidupan di seluruh dunia. Dengan aksi kolektif, seperti mengurangi emisi dan mendukung kebijakan ramah lingkungan, kita masih punya harapan untuk menyelamatkan planet. Akankah kita bertindak sebelum terlambat? Mari jaga lingkungan dari sekarang Sahabat Hobihype !